Oleh : Surya Endon Sitorus
“Kini kampus kembali menghadirkan
kisah drama
yang baru. Dualisme kepemimpinan seakan menjadi kisah yang ampuh setelah berakhirnya drama statuta
kampus. Lalu mahasiswa menjadi penikmat tontonan tersebut dan acuh tak acuh. Inikah tanda ITM akan menjemput ajal demokrasinya?”
Setelah drama berkepanjangan
soal statuta kampus
yang akhirnya disahkan
pada 26 Maret 2020, kali ini
kampus Institut TeknologiMedan (ITM) kembali mengurai
drama baru di dalam kampus. Pasalnya, kampus ITM telah terjadi dualisme
rektor bahkan dualisme
di tingkat yayasan.
Hal ini dapat dilihat ketika
terbitnya dua surat edaran
tentang sistem perkuliahan mandiri
dari rumah dengan
tertanda nama rektor yang berbeda. Kabar ini lantas
membuat seluruh civitas akademika dan mahasiswa bingung sekaligus bertanya-tanya akan kondisi
kampus yang semakin
carut marut.
Perang
panas ini pun terjadi sejak awal Februari 2020, dimana
saat itu rektor lama ITM,
Dr. Ir. Mahrizal Masri, M.T telah habis masa jabatan per Oktober 2019 lalu. Namun Ketua Yayasan Pendidikan dan Sosial
Dwiwarna Medan,
Cemerlang, S.E
menerbitkan surat keputusan (SK) per 03 Februari 2020 dan kembali mengangkat rektor lama
menjadi Pejabat Sementara (Pjs) sampai rektor baru terpilih.